Selasa, 05 Juni 2012

Faktor Penyebab Konflik dan Strategi Penyelesaian konflik

A. Pengertian konflik Konflik adalah sesuatu yang hampir tidak mungkin bisa dilepaskan dari kehidupan masyarakat. Selama masyarakat masih memiliki kepentingan, kehendak, serta cita-cita konflik senantiasa “mengikuti mereka”. Oleh karena dalam upaya untuk mewujudkan apa yang mereka inginkan pastilah ada hambatan-hambatan yang menghalangi, dan halangan tersebut harus disingkirkan. Tidak menutup kemungkinan akan terjadi benturan-benturan kepentingan antara individu dengan kelompok, atau kelompok dengan kelompok. Jika hal ini terjadi, maka konflik merupakan sesuatu yang niscaya terjadi dalam masyarakat. Konflik antarbudaya ataupun multidimensional yang sering muncul dan mencuat dalam berbagai kejadian yang memprihatinkan dewasa ini bukanlah konflik yang muncul begitu saja. Akan tetapi, merupakan akumulasi dari ketimpangan–ketimpangan dalam menempatkan hak dan kewajiban yang cenderung tidak terpenuhi dengan baik. Konflik merupakan gesekan yang terjadi antara dua kubu atau lebih yang disebabkan adanya perbedaan nilai, status, kekuasaan, kelangkaan sumber daya, serta distribusi yang tidak merata, yang dapat menimbulkan deprifasi relative di masyarakat. Konflik dan kehidupan manusia tidak mungkin untuk dapat dipisahkan dan keduanya berada bersama-sama karena perbedaan nilai, status, kekuasaan, dan keterbatasan sumber daya itu memang pasti ada dalam masyarakat. Konflik akan selalu kita dijumpai dalam kehidupan manusia atau kehidupan masyarakat sebab untuk memenuhi kebutuhan hidupnya manusia melakukan berbagai usaha yang dalam pelaksanaannya selalu dihadapkan pada sejumlah hak dan kewajiban. Jika hak dan kewajiban tidak dapat terpenuhi dengan baik, maka besar kemungkinan konflik terjadi. Istilah konflik itu sendiri seringkali mengandung pengertian negatif, yang cenderung diartikan sebagai lawan kata dari pengertian keserasian, kedamaian, dan keteraturan. Konflik seringkali diasosiasikan dengan kekerasan atau ancaman kekerasan. Pandangan yang sempit mengenai konflik yang demikian, tidak mudah untuk diubah. Munculnya budaya “mencegah konflik”, “meredam konflik” dan anggapan bahwa berkonflik adalah “berkelahi” bukanlah sesuatu yang relevan untuk kondisi saat ini. Konflik bukanlah sesuatu yang dapat dihindari atau disembunyikan, tetapi harus diakui keberadaannya, dikelola, dan diubah menjadi suatu kekuatan bagi perubahan positif. Konflik perlu dimaknai sebagai suatu jalan atau sarana menuju perubahan masyarakat. B. Penyebab Konflik Untuk dapat menyelesaikan konflik yang terjadi di masyarakat, tentunya harus diketahui penyebab konflik yang terjadi. Dengan mengetahui sebabnya, konflik diharapkan segera bisa di-selesaikan. Dalam pandangan teori konflik6 bahwa masyarakat selalu dalam kondisi perubahan, dan setiap elemen dalam masyarakat memberikan sumbangan bagi terjadinya konflik di masyarakat. Dalam pandangan teori ini bahwa masyarakat disatukan oleh “ketidakbebasan yang dipaksakan”. Dengan demikian, posisi tertentu di dalam masyarakat mendelegasikan kekuasaan dan otoritas terhadap posisi yang lain. Fakta kehidupan sosial ini mengarahkan Dahrendorf kepada tesis sentralnya bahwa perbedaan distribusi kekuasaan dan otoritas “selalu menjadi faktor yang menentukan konflik sosial sistematis”. Dengan adanya perbedaan distribusi kekuasaan inilah kemudian memunculkan dua kelompok yang berbeda posisi, yakni kelompok dominan dan kelompok pada posisi subordinat. Mereka yang berada pada posisi dominan cenderung mempertahankan status quo sementara yang berada pada posisi subordinat selalu berupaya mengadakan perubahan terus-menerus. Konflik kepentingan dalam suatu kelompok selalu ada sepanjang waktu, setidaknya yang tersembunyi.8 Agak berbeda dengan para teoritisi konflik di atas, Collins, seorang ahli sosiologi, lebih menekankan bahwa konflik lebih berakar pada masalah individual karena akar toretisnya lebih pada fenomenologis dan etnometodologi. Dia lebih memilih konflik sebagai fokus berdasarkan landasan yang realistik, konflik adalah proses sentral dalam kehidupan sosial. Kedua penyebab konflik tersebut terkesan terlalu rumit untuk dipahami dan kurang mengarah secara langsung pada tataran konflik yang realistis. Namun demikian, secara umum penyebab konflik bisa disederhanakan sebagai berikut. 1. Konflik Nilai Kebanyakan konflik terjadi karena perbedaan nilai. Nilai merupakan sesuatu yang menjadi dasar, pedoman, tempat setiap manusia menggantungkan pikiran, perasaan, dan tindakan. Yang termasuk dalam kategori ini adalah konflik yang bersumber pada perbedaan rasa percaya, keyakinan, bahkan ideologi atas apa yang diperebutkan. 2. Kurangnya Komunikasi Kita tidak bisa menganggap sepele komunikasi antarmanusia karena konflik bisa terjadi hanya karena dua pihak kurang berkomunikasi. Kegagalan berkomunikasi karena dua pihak tidak dapat menyampaikan pikiran, perasaan, dan tindakan sehingga membuka jurang perbedaan informasi di antara mereka, dan hal semacam ini dapat mengakibatkan terjadinya konflik. 3. Kepemimpinan yang Kurang Efektif Secara politis kepemimpinan yang baik adalah kepemimpinan yang kuat, adil, dan demokratis. Namun demikian, untuk mendapatkan pemimpin yang ideal tidah mudah. Konflik karena kepemimpinan yang tidak efektif ini banyak terjadi pada organisasi atau kehidupan bersama dalam suatu komunitas. Kepemimpinan yang kurang efektif ini mengakibatkan anggota masyarakat “mudah bergerak”. 4. Ketidakcocokan Peran Konflik semacam ini bisa terjadi kapan saja dan di mana saja. Ketidakcocokan peran terjadi karena ada dua pihak yang mempersepsikan secara sangat berbeda tentang peran mereka masing-masing. 5. Produktivitas Rendah Konflik seringkali terjadi karena out put dan out come dari dua belah pihak atau lebih yang saling berhubungan kurang atau tidak mendapatkan keuntungan dari hubungan tersebut. Oleh karenanya muncul prasangka di antara mereka. Kesenjangan ekonomi di antara kelompok masyarakat, termasuk dalam konflik ini. 6. Perubahan Keseimbangan Konflik ini terjadi karena ada perubahan keseimbangan dalam suatu masyarakat. Penyebabnya bisa karena faktor alam, maupun faktor sosial. 7. Konflik atau Masalah yang Belum Terpecahkan Banyak pula konflik yang terjadi dalam masyarakat karena masalah terdahulu tidak terselesaikan. Tidak ada proses saling memaafkan dan saling mengampuni sehingga hal tersebut seperti api dalam sekam, yang sewaktu-waktu bisa berkobar. Tujuh penyebab konflik di atas adalah penyebab yang sifatnya umum, dan sebenarnya masih bisa diperinci lebih detail lagi. Namun demikian, jika mencermati konflik-konflik yang terjadi khususnya masyarakat Indonesia akhir-akhir ini, bisa merunut, paling tidak ada salah satu penyebab seperti di atas. Dengan mengetahui penyebab terjadinya konflik bisa berharap bahwa konflik akan bisa dikelola, dan diselesaikan dengan baik. C. Solusi Penyelesaiyan konflik Beberapa Model Penyelesaian Konflik Setelah mengetahui penyebab terjadinya konflik, kini bisa dimulai untuk mencoba berbagai alternatif teoretis untuk menyelesaikan konflik yang tejadi. Secara umum, untuk menyelesaikan konflik dikenal beberapa istilah, yakni antara lain,, 1 pencegahan konflik; pola ini bertujuan untuk mencegah timbulnya kekerasan dalam konflik. 2 penyelesaian konflik; bertujuan untuk mengakhiri kekerasan melalui persetujuan perdamaian. 3 pengelolaan konflik; bertujuan membatasi atau menghindari kekerasan melalui atau mendorong perubahan pihak-pihak yang terlibat agar berperilaku positif. 4 resolusi konflik; bertujuan menangani sebab-sebab konflik, dan berusaha membangun hubungan baru yang relatif dapat bertahan lama di antara kelompok-kelompok yang bermusuhan. 5 transformasi konflik; yakni mengatasi sumber-sumber konflik sosial dan politik yang lebih luas, dengan mengalihkan kekuatan negatif dari sumber perbedaan kepada kekuatan positif. Selain memahami istilah-istilah penyelesaian konflik tersebut, adalah juga penting untuk memahami; (1) tahapan konflik; (2) tahap penyelesaian konflik; dan (3) tiga asumsi penyelesaian konflik.12 Tahapan-tahapan konflik tersebut antara lain potensi oposisi atau keadaan pendorong, kognisi dan personalisasi, penyelesaian-penanganan konflik, perilaku konflik yang jelas, dan hasil. Untuk tahapan penyelesaian konflik adalah pengumpulan data, verifikasi, mendengar kedua belah pihah yang berkonflik, menciptakan kesan pentingnya kerjasama, negosiasi, dan menciptakan kerukunan. Sementara itu, asumsi-asumsi dalam penyelesaian konflik adalah (1) Kalah-Kalah; setiap orang yang terlibat dalam konflik akan kehilangan tuntutannya jika konflik terus berlanjut, (2) Kalah–Menang; salah satu pihak pasti ada yang kalah, dan ada yang menang dari penyelesaian konflik yang terjadi. Jika yang kalah tidak bisa menerima sepenuhnya, maka ada indikasi munculnya konflik baru; (3) Menang-Menang: dua pihak yang berkonflik sama-sama menang. Ini bisa terjadi jika dua pihak kehilangan sedikit dari tuntutannya, namun hasil akhir bisa memuaskan keduanya. Istilah ini lebih popular dengan nama win-win solution di mana kedua belah pihak merasa menang dan tidak ada yang merasa dirugikan. Sumber : http://www.wahyoefiles.web.id/2010/11/konflik-dan-cara-penyelesaiannya.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar